Wednesday, October 31, 2012

Gairah Hening Di Daerah Salju

"Keluar dari terowongan panjang,
kereta api memasuki daerah salju"

Maka, di daerah salju itulah kisah bermula.

Shimamura, seorang pria tanpa pekerjaan tetap yang menghidupi diri beserta istri dan anak-anaknya dengan uang warisan, melampiaskan kegelisahannya dengan banyak pergi ke pegunungan. Ketika suatu saat ia tiba di sebuah penginapan air panas, di sana ia bertemu dengan Komako, seorang geisha yang pipinya bersemu bak angsa dibului. Segera, terbentuklah ikatan antara Shimamura dan Komako.

Kini, kembali ke daerah salju yang sama, di perjalanan perhatian Shimamura terbentur pada seorang gadis yang bersuara indah. Yoko, demikian nama gadis itu, rupanya tinggal bersama Komako, bersama mereka merawat seorang pria sekarat bernama Yukio. Meski telah menjalin hubungan dengan Komako, pikiran Shimamura sering diselipi suara dan wajah Yoko.

Snow Country (Yukiguni) menarasikan kisah seorang pria yang merasakan kekosongan dalam hatinya, mencoba menemukan apa yang hilang.

Kisah ini juga menyuarakan keputusasaan seorang geisha yang terisolir dari kehidupan kota, yang mencintai seorang pria tapi tahu tak akan pernah bisa memilikinya. Komako digambarkan sebagai geisha yang menarik dan ceria. Rasa frustrasinya sangat terasa pada kalimat-kalimatnya; baik saat mabuk maupun tidak.

"Tetapi, rasanya berat bagiku. Pulanglah ke Tokyo. Rasanya berat bagiku."
"Pulanglah ke Tokyo sekarang."
namun ketika Shimamura mengatakan ia hendak pulang ke Tokyo esok harinya, Komako berkata;
"Oh! Kenapa pulang?"

Ketidakselarasan antara apa yang dirasa dan dilakukan dengan apa yang diucapkan ini sering terjadi, memperlihatkan betapa frustrasinya Komako dengan keadaan.

Matsuei, seorang onsen geisha (geisha di pemandian air panas),
yang konon merupakan inspirasi untuk karakter Komako
Sumber: di sini

Di sisi lain, kegamangan Shimamura pun tampak di sana-sini.
Sebuah tarian yang tak pernah ia saksikan adalah sama belaka dengan kesenian yang tak pernah ada, sebuah lamunan di belakang meja. Ia menyebut pekerjaannya sebagai riset, tetapi sesungguhnya hanyal khayalan yang bergerak semaunya. Bukannya menikmati balet yang ditarikan orang, ia lebih suka menikmati tarian khayal dari imajinasinya sendiri.
Hal tersebut serupa dengan jatuh cinta pada seseorang yang tak pernah ia temui. (hal.24-25)

Shimamura membayangkan dirinya sedang menumpang kendaraan khayal, sedang diangkut ke tempat tak dikenal, dicerabut dari kenyataan. Derak monoton roda kereta berubah menjadi suara perempuan. (hal. 91)

Semakin kuat ia bertanya-tanya, apa yang kosong dalam dirinya, apa yang membuat dirinya seperti tak lengkap. Begitulah, ia terpana oleh kebekuannya sendiri. (hal. 166)

Di daerah salju itu, Shimamura seperti bersembunyi dari kenyataan hidupnya sebagai pria berkeluarga, meliarkan imaji bersama Komako. Kehadiran Yoko semakin melengkapi fantasinya.

Hidup di dunia "tak nyata", merasa dirinya sebagai pria yang tak berguna karena tak mampu memberikan apapun pada Komako yang sudah memberikan segalanya. Tak berdaya hingga akhir.

Salju di Yuzawa, Perfektur Niigata, yang merupakan setting dari Yukiguni
Sumber: di sini
Kain Chijimi, yang dikelantang di atas salju.
Kain ini, karena tahan lama, oleh Kawabata diperbandingkan dengan
lama kemesraan antara 2 insan.
Sumber: di sini
Yukiguni, pernah difilmkan pada 1957, dan masuk ke dalam Festival Film Cannes 1958

Sebagaimana umumnya literatur Jepang, dialog-dialog dalam Snow Country cenderung hening dan terpenggal (istilah saya untuk jenis percakapan ala Jepang semacam ini :p). Untuk memahami percakapan, kita harus terlebih dahulu memahami karakter serta situasinya, dan mengisi sendiri penggalan-penggalan yang tak terucap pada dialog.

Penerjemah berhasil mengangkat sisi puitis dari novel ini, dengan menggunakan pilihan-pilihan kata yang tidak biasa. Cover buku juga mampu menguarkan aroma dingin dari Snow Country.

Saya mengeluarkan 4 cangkir kopi sebagai kompensasi atas meditasi yang dingin dan menusuk, sambil masih bertanya-tanya; apakah saya juga sedang melarikan diri seperti Shimamura dan hidup dalam fantasi?
Sebuah karya yang dikerjakan dengan cinta yang memancar dari kesungguhan hati - bukankah ia akan selalu sanggup menggerakkan hati, kapan pun dan di manapun? (hal. 169)
Dan seperti itulah Snow Country.



Judul: Snow Country/Daerah Salju
Judul Asli: Yukiguni
Penulis: Yasunari Kawabata
Penerjemah: A.S. Laksana
Penerbit: Gagas Media
ISBN: 979-780-368-1
Ukuran: 13x19 cm
Tebal: vi + 190 halaman
Cover: Softcover








Tentang penulis:

Yasunari Kawabata (14 Juni 1899 - 16 April 1972), adalah penulis novel dan cerita pendek berkebangsaan Jepang. Kawabata merupakan salah satu pendiri Bungei Jidai, yang merupakan media bagi literatur modern Jepang. Kepiawaiannya dalam menulis narasi membawanya meraih penghargaan Nobel Sastra pada tahun 1968;
"for his narrative mastery, which with great sensibility expresses the essence of the Japanese mind"

Setelah debutnya Izu Dancer/Izu no Odoriko (1927), nama Kawabata kokoh dalam jajaran penulis di Jepang dengan hadirnya Snow Country/Yukiguni, yang pertama kali diserialisasikan pada 1935-1937.

Karya-karya Kawabata lainnya juga banyak diapresiasi oleh penikmat literatur, antara lain; The Master of Go/Meijin (1951-1954), Thousand Cranes/Senbazuru (1949-1952), The Lake/Miizumi (1954), The Old Capital/Koto (1962).


22 comments:

  1. aku suka covernya =) dan wow banget tumpukan saljunya yaa...bener2 menggila, hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa pantesan aja disebut snow country.
      Itu sampe2 Komako bilang "Jika aku berjalan sambil melamunkanmu, aku pasti tersangkut di kawat listrik" :p saking tingginya timbunan salju di sana :))

      Delete
  2. Kental banget nih Japanese mind-nya. Paduan yang tepat antara master writing sama penerjemahan yang pas. 'Cantik' tapi gak sesuai dengan seleraku, kayaknya lebih pas buat si Raja Galau Dion, wkwkwk.... *kaburrr sebelum ditimpuk salju*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jepang bgt emang, tema, setting plus gaya tuturnya.
      Uwoo Dion raja galau thoo? *ikutan kabur sambil bikin benteng salju

      Delete
  3. setuju sama mba Astrid, covernya kerenn :DD gaya bahasa ceritanya puitis banget yah kayakny :) thanks buat reviewnya ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cover versi Gagas Media ini emang cakep!
      Iya, terasa puitisnya, poin spesial buat penerjemahnya :)

      Delete
  4. Shimamura ini udah punya istri, ketemu geisha, trus suka (juga) dengan gadis lain?
    *err

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah itu dia! mari kita timpuk salju rame2 :p

      Delete
  5. satu lagi buku masuk list " Want To Read".
    Nggak yakin buku ini masih bisa nemu di Gramedia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. mungkin masih ada, krn aku jg beli Oktober ini.. atau lewat olbookshop :D

      Delete
    2. wah ini buku lumayan jadul, aq kira novel lokal (tanda kurang perhatian) soalnya penerbit ini "dulu" suka kasih cover menarik tapi isinya zZZzzz hehe 'tak seindah kulitnya'), terjemahannya ok kan Dessy ?

      Delete
    3. Dulu juga pernah tertarik sama buku ini karena covernya, tp ga jadi ambil ya karena pertimbangan yang sama denganmu :p
      Bahkan itu ada tulisan "Nobel Prize Winner" di covernya aja ga kuperhatiin.
      Tapi begitu kuliat nama Yasunari Kawabata di list penerima Nobel Sastra, dan salah satu karyanya Snow Country, aku langsung inget Gagas Media pernah nerbitin.. berarti cover ini impact-nya lumayan juga :D

      Terjemahan oke

      Delete
  6. jadi pengen baca iniii... cerita tentang jepang selalu menarik yaa??

    ReplyDelete
  7. Wah foto2nya menawan. Tapi bukunya belum pernah liat. udah jarang kali ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. punyaku ini terbitan 2010, blm terlalu lama, mungkin masih ada terselip di rak2 toko buku :)

      Delete
  8. wah aku langsung suka dengan karya kawabata setelah baca ini,
    buku ini aku baca sekitar dua tahun lalu.
    Kawabata apik menulis tentang gambaran alam-alam pedesaan Jepang sana.

    reviewku ada disini:
    http://blogbukuhelvry.blogspot.com/2010/09/snow-country-daerah-salju.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga setelah Snow Country jd penasaran sama buku2 beliau lainnya.
      Iya, penggambarannya bagus, dan ga tersia-sia. Selalu mendukung cerita. Kaya yang narasi tentang ngengat mati jatuh melayang, ternyata ada hubungannya dengan scene terakhir itu.
      Juga ttg kain chijimi :)

      *langsung meluncur ke review-nya

      Delete
  9. Terjemahannya bagus ya? sebenernya aku suka males baca terjemahan2 Jepang karena kalo penerjemahnya salah, makna puitis dan metafora yang ada di bahasa jepang susah diubah ke bahasa indonesia. Apalagi klo sumber yang dipake itu bahasa jepang-terjemahkan ke inggris- baru diterjemahkan ke indo.

    Tapi dari resensimu dan bang helvry, tampaknya bagus ya penerjemahanya. Jadi pengen

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurutku oke terjemahannya.
      Emang suka deg2an klo terjemahan Jepang, jangankan novel, manga aja suka kurang gimanaa gitu.
      Tapi Snow Country ini puitisnya dapet :)

      Delete
  10. Mba Dessy.. aku ngebayanginnya kalo baca buku ini bakal kerasa lagi ada di jepang ya saking kentalnya penggambaran suasana jepang. apalagi ditambah saljunya yang segunung itu... bacaan nuansa jepang yang paling membekas ya Memoir of Geisha. Kalo buku2 Murakami itu lebih ke perasaan kesepiannya daripada gambaran jepangnya. Jadi ini gabungan antara keduanya ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. tepatnya sih berasa dingin abisnyaa saljuan melulu :p
      mengharapkan adegan "hangat" tapi ga ada #eh *dijiwir

      Delete