"Keluar dari terowongan panjang,
kereta api memasuki daerah salju"
kereta api memasuki daerah salju"
Maka, di daerah salju itulah kisah bermula.
Shimamura, seorang pria tanpa pekerjaan tetap yang menghidupi diri beserta istri dan anak-anaknya dengan uang warisan, melampiaskan kegelisahannya dengan banyak pergi ke pegunungan. Ketika suatu saat ia tiba di sebuah penginapan air panas, di sana ia bertemu dengan Komako, seorang geisha yang pipinya bersemu bak angsa dibului. Segera, terbentuklah ikatan antara Shimamura dan Komako.
Kini, kembali ke daerah salju yang sama, di perjalanan perhatian Shimamura terbentur pada seorang gadis yang bersuara indah. Yoko, demikian nama gadis itu, rupanya tinggal bersama Komako, bersama mereka merawat seorang pria sekarat bernama Yukio. Meski telah menjalin hubungan dengan Komako, pikiran Shimamura sering diselipi suara dan wajah Yoko.
Snow Country (Yukiguni) menarasikan kisah seorang pria yang merasakan kekosongan dalam hatinya, mencoba menemukan apa yang hilang.
Kisah ini juga menyuarakan keputusasaan seorang geisha yang terisolir dari kehidupan kota, yang mencintai seorang pria tapi tahu tak akan pernah bisa memilikinya. Komako digambarkan sebagai geisha yang menarik dan ceria. Rasa frustrasinya sangat terasa pada kalimat-kalimatnya; baik saat mabuk maupun tidak.
"Tetapi, rasanya berat bagiku. Pulanglah ke Tokyo. Rasanya berat bagiku."
"Pulanglah ke Tokyo sekarang."
namun ketika Shimamura mengatakan ia hendak pulang ke Tokyo esok harinya, Komako berkata;
"Oh! Kenapa pulang?"
Ketidakselarasan antara apa yang dirasa dan dilakukan dengan apa yang diucapkan ini sering terjadi, memperlihatkan betapa frustrasinya Komako dengan keadaan.
Matsuei, seorang onsen geisha (geisha di pemandian air panas),
yang konon merupakan inspirasi untuk karakter Komako
yang konon merupakan inspirasi untuk karakter Komako
Sumber: di sini |
Di sisi lain, kegamangan Shimamura pun tampak di sana-sini.
Sebuah tarian yang tak pernah ia saksikan adalah sama belaka dengan kesenian yang tak pernah ada, sebuah lamunan di belakang meja. Ia menyebut pekerjaannya sebagai riset, tetapi sesungguhnya hanyal khayalan yang bergerak semaunya. Bukannya menikmati balet yang ditarikan orang, ia lebih suka menikmati tarian khayal dari imajinasinya sendiri.
Hal tersebut serupa dengan jatuh cinta pada seseorang yang tak pernah ia temui. (hal.24-25)
Shimamura membayangkan dirinya sedang menumpang kendaraan khayal, sedang diangkut ke tempat tak dikenal, dicerabut dari kenyataan. Derak monoton roda kereta berubah menjadi suara perempuan. (hal. 91)
Semakin kuat ia bertanya-tanya, apa yang kosong dalam dirinya, apa yang membuat dirinya seperti tak lengkap. Begitulah, ia terpana oleh kebekuannya sendiri. (hal. 166)
Di daerah salju itu, Shimamura seperti bersembunyi dari kenyataan hidupnya sebagai pria berkeluarga, meliarkan imaji bersama Komako. Kehadiran Yoko semakin melengkapi fantasinya.
Hidup di dunia "tak nyata", merasa dirinya sebagai pria yang tak berguna karena tak mampu memberikan apapun pada Komako yang sudah memberikan segalanya. Tak berdaya hingga akhir.
Salju di Yuzawa, Perfektur Niigata, yang merupakan setting dari Yukiguni
Sumber: di sini |
Kain Chijimi, yang dikelantang di atas salju.
Kain ini, karena tahan lama, oleh Kawabata diperbandingkan dengan
lama kemesraan antara 2 insan.
Sumber: di sini |
Yukiguni, pernah difilmkan pada 1957, dan masuk ke dalam Festival Film Cannes 1958
Sebagaimana umumnya literatur Jepang, dialog-dialog dalam Snow Country cenderung hening dan terpenggal (istilah saya untuk jenis percakapan ala Jepang semacam ini :p). Untuk memahami percakapan, kita harus terlebih dahulu memahami karakter serta situasinya, dan mengisi sendiri penggalan-penggalan yang tak terucap pada dialog.
Penerjemah berhasil mengangkat sisi puitis dari novel ini, dengan menggunakan pilihan-pilihan kata yang tidak biasa. Cover buku juga mampu menguarkan aroma dingin dari Snow Country.
Saya mengeluarkan 4 cangkir kopi sebagai kompensasi atas meditasi yang dingin dan menusuk, sambil masih bertanya-tanya; apakah saya juga sedang melarikan diri seperti Shimamura dan hidup dalam fantasi?
Sebuah karya yang dikerjakan dengan cinta yang memancar dari kesungguhan hati - bukankah ia akan selalu sanggup menggerakkan hati, kapan pun dan di manapun? (hal. 169)Dan seperti itulah Snow Country.
Judul: Snow Country/Daerah Salju
Judul Asli: Yukiguni
Penulis: Yasunari Kawabata
Penerjemah: A.S. Laksana
Penerbit: Gagas Media
ISBN: 979-780-368-1
Ukuran: 13x19 cm
Tebal: vi + 190 halaman
Cover: Softcover
Tentang penulis:
Yasunari Kawabata (14 Juni 1899 - 16 April 1972), adalah penulis novel dan cerita pendek berkebangsaan Jepang. Kawabata merupakan salah satu pendiri Bungei Jidai, yang merupakan media bagi literatur modern Jepang. Kepiawaiannya dalam menulis narasi membawanya meraih penghargaan Nobel Sastra pada tahun 1968;
"for his narrative mastery, which with great sensibility expresses the essence of the Japanese mind"
Setelah debutnya Izu Dancer/Izu no Odoriko (1927), nama Kawabata kokoh dalam jajaran penulis di Jepang dengan hadirnya Snow Country/Yukiguni, yang pertama kali diserialisasikan pada 1935-1937.
Karya-karya Kawabata lainnya juga banyak diapresiasi oleh penikmat literatur, antara lain; The Master of Go/Meijin (1951-1954), Thousand Cranes/Senbazuru (1949-1952), The Lake/Miizumi (1954), The Old Capital/Koto (1962).